Rabu, 24 Februari 2016

Sejarah Tapak Suci

Sejarah Berdirinya Tapak Suci





            Pada tahun 1872 di Banjanegara lahirlah seorang putra dari KH Syuhada yang diberi nama Ibrahim. Diusia remaja telah belajar pencak silat dan kelak ia dikenal aktif menggunakan ilmu pencaknya untuk menentang penjajah Belanda. Hal ini kerap membuatnya menjadi buronan.
            Dalam statusnya yang sering menjadi buronan Belanda, ia kerap berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain bersembunyi, ia juga mendalami dan mengasah ilmu pencaknya. Ia pernah singgah ke Batavia, pada seorang kerabatnya disana. Namun disana ia juga sering membuat onar terhadap Belanda hingga akhirnya ia berangkat ke tanah suci Mekkah.
            Setelah menikah dengan puteri KH Ali, ia mendirikan pondok pesantren Binorong di Banjarnegara. Sepulang dari tanah suci ia berganti nama menjadi KH Busyro Syuhada. Pondok pesantren Binorong s. makin berkembang pesat. Diantara santri santrinya antara lain : Achyat (H. Burhan) adik misan Ibrahim, M Yasin (Abu Amar Syuhada) adik kandung, dan Sudirman (Panglima besar Jendral Sudirman).
            Dalam konferensi Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 1921, KH Busyro bertemu pertama kali dengan dua kakak beradik : A Dimyati dan M Wahib. Di awali dengan adu kawruh antara M Wahib dengan H Burha, selanjutnya A Dimyati dan M Wahib mengangkat KH Busyro sebagai guru.
            KH Busyro terkenal menguasai ilmu pencak inti, sedangkan H Burhan terkenal menguasai ilmu pencak ragawi. Menurut riwayat, kedua kakak beradik (A Dimyati dan M Wahib) belajar selama 5 hari untuk menguasai 15 jurus, dan 5 kembangan. Selanjutnya A Dimyati dan M Wahib kembali ke Yogyakarta, diikuti KH Busyro dan H Burhan yang pindak e Yogyakarta. Masyarakat lingkungannya menyebut mereka pendekar pencak. Seiring berpindahnya KH Busyro ke Kauman, Yogyakarta, aliran Banjaran yang pada awalnya dikembangkan di pondok pesantren Binorong akhirnya sementara berpusat di Kauman.
            Pendekar A Dimyati sifatnya pendiam dan cenderung tertutup, sedangkan M Wahib agresif dan terbuka. Pembawaan A Dimyati mirip dengan H Burhan. Sedangkan pembawaan M Wahib mirip dengan gurunya (KH Busyro). Karena itulah nama M Wahib lebih menonjol dibanding A Dimyati. Sedangkan A Dimyati yang ilmunya lebih tangguh dari adiknya tidak ada catatan mengenai sepak terjangnya.
            Karena sifat mereka berbeda, maka sering keduanya terlibat bentrok termasuk dalam hal adu kaweruh. KH Busyro memahami karakter mereka dan tahu bahwa sekalipun berbeda, keduanya berbakat tinggi dalam pencak.
            Melihat hal demikian KH Busyro menunjuk pendekar A Dimyati untuk berkelana ke Barat, sebagaimana yang pernah di jalani pendekar KH Busyro. Sesuai tradisi yang berlaku bahwa pendekar A Dimyati yang sudah mengangkat guru kepada KH Busyro tidak boleh berguru kepada guru pencak lainnya. Untuk itu dalam berkelana ini yang dilakukan adalah “Adu Kawruh”. Dikisahkan bahwa pendekar A Dimyati  berhasil menguasai ilmu Cikalong, Cimande dan Cibarosa.
            Adapun KH Busyro menunjuk M Wahib untuk berkelana ke timur hingga beberapa tempat sempat di singgahi oleh pendekar M Wahib (Bawean dan Madura). Karena sifatnya yang agresif dan terbuka maka “Adu kawruh” di artikan dengan berkelahi, menguji ilmu dengan cara pendekar yang mengklaim dirinya sakti. Menurut kisah yang diceritakan M Wahib “Kemana mana saya naik turun panggung (gelanggang) untuk bertanding dan mendapat uang / menang, kalau diperlukan saya memakai senjata handuk dan sepotong besi sejengkal berlafal Alif”.
            Setelah pnggembaraa pendekar A Dimyati ke barat, dan pendekar M Wahib ke timur, keduanya kembali ke Jogja . kebiasaan mencari lawan tanding pendekar M Wahib diarahkan kepada anak anak Belnada ataupun tentara Belanda.

CIKAUMAN
          Pada tahun 1925 , dilingkungan Kauman Tengah telah dibuka latihan pencak oleh A Damyati dan M Wahib atas restu KH Busyro. Pada saat inilah M Wahib menyatakan CIKAUMAN adalah satu satunya pencak yang ada di Kauman. Penamaan aliran ini sebagaimana menunjuk satu tempat sebagai nama aliran. Adapun penyebut aliran cikauman ini mengandung pengertian sebagai aliran Banjaran Kauman, dengan makna bahwa aliran ini merupakan kelanjutan dari aliran Banjaran.
            Pada waktu itu digariskan dengan tegas dasar yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua muridnya, yaitu :
·        Cikauman / pencak kauman, berlandaskan Al Islam dan berjiwa ajaran berkepribadian Indonesia, bersih dari sesat dan sirik.
·        Mengabdikan perguruan untuk perjuangan agama serta bangsa dan negara.
·        Sikap mental dan gerak langkah anak murid harus merupakan tindak tanduk kesucian.
·        Aliran cikauman berbeda dari aliran aliran di Indonesia pada umumnya, Cikauman bersifat tertutup, tetapi mudah berasimilasi, tidak disiplin, tetapi patriotik, Daya guna sama kuat anata seni dan bela diri.
Perguruan Cikauman (Kauman-Banjaran), dipimpin langsung oleh pendekar besar M Wahib dan pendekar besar A Dimyati. Murid angkatan pertama adalah M Djuraimi (Mbah Djur) dan M Syamsuddin. Kehandalan M Syamsuddin terletak pada permainan sabetan kaki dan tangan. Hal ini di tunjang oleh postur tubuh M Syamsuddin yang kekar, karena selain gemar pencak M Syamsuddin juga pemain sepak bola handal.
            Setelah dinyatan lulus dari perguruan Cikauman M Syamsuddin diizinkan untuk menerima murid dan selanjutnya mendirikan perguruan Seranoman.

SERANOMAN
            Perguruan Seranoman menglahirkan seorang pendekar bernama M Zahid, anak murid seranoman yang berotak cemerlang dan berkemampuan tinggi, serta pergaulannya luas. Kehandalan M Zahid bertumpu pada ketajaman gerak. Selain itu beliau berhasil mengembangkan dari 5 menjadi 8 kembangan, dan berhasil merancang pengajaran keilmuan sehingga keilmuan pencak mudah untuk dimasalkan. Namun sayangnya beliau telah meninggal dunia sehingga belum sempat mendirikan perguruan baru. Sekalipun begitu M Zahid sempat melahirkan seorang murid berbakat, yaitu Moh Barie Irsyad. Selanjutnya Moh Bahrie dibina langsung oleh A Dimyati dan M Wahib.
            Pada perkembangan berikutnya Moh Bahrie Irsyad diarahkan untuk menghadapi aliran aliran hitam. Puncaknya adalah tantangan adu kawruh melawan aliran hitam dengan taruhan siapa yang kalah harus pergi dari Kauman. Dibawah kesaksian pemuda Muhammadiah Ranting Kauman, pada suatu tengah malam, dipelantaran masjid gede Kauman, Yogyakarta berlangsunglah pertarungan tersebut . Atas izin Allah swt, seluruh murid menyaksikan bahwa yang bathil tidak akan dapat mengalahkan yang hak. Moh Bahrie berhasil melumpuhkan ilmu sihir hitam.
            Pada waktu dibarat pendekar Moh Barie Irsyad berhasil mempertanggung jawabkan 11 kembangan. Lalu pendekar Moh Bahrie Irsyad, sebagai murid angkatan ke 6 yang telah dinyatakan lulus dalam menjalani penggemblengan oleh pendekar M Zaid, M Syamsuddin, M Wahib dan A Dimyati kemudian diberi restu untuk menerima murid. M Bahrie kemudian mendirikan perguruan KASEGU.

KASEGU
            Nama Kasegu diambil dari Segu atau Kasegu, yaitu senjata khas yang berlafadz “Muhammad”, diciptakan oleh pendekar Moh Barie Irsyad. Selanjutnya menjadi senjata khas perguruan Tapak Suci. Kasegu juga bermakna “Kaum Serba Guna”. Pada selanjutnya ada orang yang menyebutkan sebagai Kasegu Badai Selatan (Mengingat operasionalnya berpusat di selatan Kauman).
            Selanjutnya, dalam angkatan ketujuh ini tercatat antara lain :
·        Murid Cikauman (Murid langsung pendekar M Wahib) : Achmad Djakfar, Moh Dalhar Suwardi, M Slamet.
·        Murid Seranoman (Murid langsung pendekar M Syamsuddin) : M Zundar Weisman dan Anis Susanto.
·        Murid Kasegu (Murid langsung pendekar Moh Bahrie Irsyad) : Irfan Hafjam, M Djakfal Kusuma, M Sobri Ahmad dan M Rustam Djundab.

·        Murid angkatan ketujuh ini mulai berlatih di tahun 1957, biasanya empat kali seminggu mulai pukul delapan (Ba’da Isya) sampai mendekati Subuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar